*cerita dibawah ini telah mengalami proses dramatisasi dan penyuntingan untuk menonjolkan kebaikan semenonjol-menonjolnya dan menekan sisi buruk dari si penulis cerita.. yang kebetulan adalah saya sendiri ;-p ... dan tidak sepenuhnya akurat.
Tadi siang saya mengantar Ibu saya ke bandara Ahmad Yani Semarang. Saat menuju ke pintu keberangkatan saya melihat ada petugas PMI lengkap dengan meja kencrengannya. Seingat saya di bandara Sukarno-Hatta, petugas PMI yang nongkrong di pintu keberangkatan juga sering terlihat. Tapi di Semarang baru kali ini saya lihat (atau mungkin menyempatkan melihat?).
Saya sendiri saat itu tidak bisa masuk mengantarkan Ibu untuk check-in. Jadinya saya menunggu di luar saja. Sambil menunggu saya mau tidak mau mengamati si petugas PMI tadi. Dia seorang pria berumur 40an, kulitnya hitam butek, pendek dan
wagu. Pokoknya tidak menarik lah! Tapi hebatnya, dia gigih melaksanakan tugasnya-menawarkan stiker PMI kepada hampir setiap orang yang lewat-tanpa rasa malu.
Setelah beberapa lama saya amati, ternyata tidak seorang pun membeli stiker si bapak.
Berhubung saya seorang yang berhati mulia, maka saya pun coba-coba nanya ke si bapak.
"Pak, jual stiker ya?"
Si bapak terbengong-bengong, seakan kaget,
kok tiba-tiba ada orang. (Perlu diketahui, saya memang memiliki kemampuan khusus untuk menyamarkan diri menjadi tiang gedung, bangku kayu, atau bahkan kotak sampah. Bahkan, dalam suatu kesempatan saya pernah mencoba menjadi kucing, tapi malah dibilang musang)
Tanpa peduli dengan kekagetan si bapak, saya pun lanjut bertanya.
"Berapaan, Pak?"
"Dua ribu, Mas " jawab si bapak. Sepertinya dia sudah lepas dari kekagetannya.
Saya lalu meraba-raba dompet saya yang sudah tipis. Didalamnya ada selembar 20.000-an, selembar 10.000-an dan selembar 5000-an. Sambil sedikit menelan ludah, saya pun menyerahkan selembar uang 5000-an.
"Saya beli dua aja deh, Pak" ucap saya dengan lagak seperti pejabat nyumbang semilyar.
Lembaran 5000-an pun berpindah ke tangan bapak yang berkulit hitam butek itu. Lalu dia memasukkan lembaran 5000-an itu BULET-BULET ke dalam kencrengan PMI. Saya pun menelan ludah setelan-telannya. Gila kali yah, ni bapak..
lha wong satu stiker harganya 2000,
mosok dua stiker bisa jadi 5000? jangan-jangan kena airport tax juga tuh stiker.
"Terima kasih ya, Mas", ujarnya.
Sebenarnya agak
gondok juga, tapi berhubung saya berhati mulia, saya pun hanya bisa tersenyum manis semanis-manisnya dan menjauh dari si bapak.
Ketika saya pulang -sampai sekarang- masih teringat saja
tuh nasib uang Rp. 1000 saya.
Jalan saya ke surga ternyata masih jauh.
Tiket ke surga, untuk dua orang (bukan tiket terusan). Ada yang mau ikut?
(silakan di klik untuk memperbesar... kalo bisa, kalo gak bisa jangan protes!)
__
Dari acara Kick Andy, saya mengetahui bahwa setiap seribu orang penderita Thalassemia di Indonesia membutuhkan sekurang-kurangnya 4 juta liter(atau cc ya?) darah setiap tahunnya.(Teman saya Yudhit punya cerita yang menarik). Belum lagi dengan bencana yang sedang sering-seringnya melanda, kebutuhan akan darah sepertinya sangat besar. Saya sendiri terakhir mendonorkan darah saya sudah sekitar 6 tahun yang lalu.